Dalam sebuah institusi, untuk membeli barang atau mengadakan sejumlah barang, perlu melewati berbagai macam prosedur. Si pemohon barang harus merinci dahulu barang-barang yang ingin diadakan berikut dengan harga-harganya. Setelah itu, daftar pengadaan yang sudah dia rinci di serahkan ke pusat untuk diproses lebih lanjut.
Pemrosesan di pusat pun cukup memakan waktu, bukannya apa-apa sih, tapi pusat ingin sekalian me-review-nya bersamaan dengan permohonan pengadaan dari bagian-bagian yang lain. “Biar kerjanya tidak bolak-balik” katanya.
Pemrosesan dari bagian pengadaan pun tidak serta merta barang yang sudah di daftar akan terpenuhi semua. Entah dengan penilaian yang seperti apa, di bagian pengadaan pusat sangat berhak mengganti spesifikasi barang yang di ajukan atau pun menghapus barang yang di minta dari daftar.
Setelah daftar barang-barang di-screening, kemudian dibentuk panitia untuk melaksanakan pengadaan. Panitia ini akan menentukan pagu dari daftar barang-barang tadi untuk dapat di tenderkan. Tender di lempar ke CV-CV yang bergerak dibidang pengadaan. CV yang bisa menyanggupi daftar-daftar barang tersebut dengan harga termurah tampil sebagai pemenang tender. Jangan heran kalau nominal yang di tenderkan harga selangit, hal itu terjadi tidak lain karena akumulasi permohonan barang dari bagian-bagian kerja tadi. Setelah CV selesai memenuhi daftar barang yang ditenderkan, bagian pengadaan dan panitia akan melakukan cross-check terdapat spesifikasi barang, apakah sesuai dengan daftar barang yang diminta atau sesuai dengan kesepakatan lain antara panitia pengadaan dan CV.
Cerita masih belum usai.
Setelah cross-check spesifikasi dinyatakan valid, barang tidak langsung dikirim ke bagian kerja. Oleh pusat, barang akan dicatat dahulu, satu-persatu. Setelah di catat, bagian pengadaan pusat akan memanggil bagian kerja yang meminta barang untuk mengambil barangnya. Sesampainya di bagian kerja, barang di check sekali lagi. Entah checking untuk keperluan apa, tapi konon kabarnya itu diperlukan untuk inventarisir. Konon pula, proses inventarisir ini juga memakan waktu lama, entah karena kesulitan melakukan invetarisirnya, karena kesibukan di bagian kerja itu, atau memang karena males saja.
Oleh karena itu, agar barang yang sudah ngendon lama di bagian dapat segera sampai ke unit pemohon, maka perlu adanya sesaji. Sesaji ini dapat berupa mengorbankan sebagian barang yang diminta untuk melenyap, melebur, entah dibawa siapa, demi memperlancar proses inventarisasi katanya. Boleh percaya-boleh tidak, setelah sesaji itu diberikan, setelah dinyatakan kalau salah satu barang tersebut boleh dibawa, “nggak papa kok pak, diambil satu saja.”, maka dengan ajaibnya, proses inventarisasi akan selesai hari itu juga, dan pada hari yang sama barang yang diminta bisa langsung dapat di gunakan oleh pemohon.
Yah.. walaupun dari lima notebook yang disanggupi oleh pusat akhirnya menjadi dua notebook yang diterima pemohon, orang bijak selalu berkata “yah.. nggak papa lah, masih mending daripada nggak dapet sama sekali.” kalau orang yang kurang bijak akan berkata “Biar buncit tuh perut! makannya komponen notebook!”. Kalau orang yang syirik dan pendendam akan berkata lain lagi, tapi perkataannya sukar dipahami, karena yang keluar hanya nama-nama binatang, mungkin si syirik dan pendendam itu baru saja keluar dari kebun binatang.
Maka dari itu jangan heran jika proses pengadaan membutuhkan waktu yang sangat lama. Kita meminta bulan april, akhir september barang baru sampai ditangan. Waktu lima bulan itu saja sudah termasuk cepat karena menggunakan sesaji. Coba jika sesaji tidak diberikan, paling barang sampai ditangan setahun berikutnya, karena pada bagian inventarisirnya ngedumel “Nih.. barang yang kamu minta.. menuh-menuhin ruangan saya saja..”
“yee… sapa suruh juga nimbun barang lama-lama”
peace bro! 😀
Wow…
Sesaji dengan persentase yang menakjubkan. Berdasar pengalaman, diriku di sini bisa dikatakan belum lama, juga belum berani menentang ketidakadilan. (oh yeah!)
Semoga di dalam surat tanda terima jumlah barangnya sesuai dengan yang benar-benar diterima. Jika tidak, suatu saat si Bos bisa mempertanyakan barang yang sirna. Nah, karena ada bukti otentik serah-terima barang, tentunya yang sirna menjadi tanggung jawab penerima.
@ ryan_oke
lah.. masalahnya yang ttd tanda terima ya si boss itu.. jadi dari atas tahunya barang diterima semua.. komplit…
yang repot ya.. jadi bagian sing pengaju anggaran.. soalnya disuruh bikin PJ dengan barang yang nggak diterima
welehweleh™….
emang dasar pengadaan!
(^_^)v
@ drjt
yah.. begitulah pengadaan 😀